Sejumlah pemain yang pernah bersinar di piala dunia ternyata tidak berkarir di liga Eropa dan Amerika Selatan yang notabene merupakan wadahnya kompetisi elit dunia.
Bermain di klub-klub Eropa, baik itu di kompetisi non mayor seperti di liga Denmark, Kroasia, Swedia, Belgia ataupun Polandia, maupun di liga-liga elit semacam Liga Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, Prancis hingga Belanda, adalah impian para pesepakbola di seluruh dunia, terutama yang berasal dari zona diluar UEFA, seperti dari zona CONCACAF, AFC, CAF, OCF, bahkan CONMEBOL.
Di samping Liga Eropa, kompetisi domestik di wilayah Amerika Latin, terutama di Argentina dan Brasil, menjadi target berikutnya. Meski belum seketat kompetisi Eropa, CONMEBOL yang menaungi kejuaraan antar klub seperti Copa Libertadores dan Copa Sundamericana ini tetap jauh lebih kompetitif ketimbang di zona lainnya.
Namun, bukan berarti para pemain yang merumput di liga-liga diluar Eropa dan Amerika Latin tidak bisa bersinar di piala dunia. Beberapa pemain dibawah ini adalah bukti bahwa bahkan mereka yang hanya bermain di kompetisi di Amerika Utara seperti MLS dan Liga MX (Meksiko), di Afrika atau bahkan di liga-liga di Asia pun yang paling dianggap sebelah mata, tetap mampu membuat publik dan pundit menganga melihat aksi-aksi mereka di putaran final. Siapa saja mereka?
JAGO TEBAK SKOR? MAIN DI Fun88
-
Axel Witsel (Belgia – 2018)
Gelandang tengah timnas Belgia ini sejatinya telah memperkuat Benfica dan Zenit St.Petersburg sebelum hengkang ke klub Liga Tiongkok, Tianjin Quanjin di awal musim 2017/18 atau sebelum piala dunia digelar. Witsel telah menjadi pemain reguler bersama De Rode Duivels sejak Brasil 2014 sehingga ia tetap tidak tergantikan di Rusia 2018 dimana Kevin de Bryune dkk melaju hingga meraih peringkat ketiga, meski hanya bermain di benua Asia. Usai turnamen usai, Witsel pun pindah ke Dortmund. Pasang taruhan anda untuk laga-laga timnas Belgia di Piala Dunia Qatar 2022 hanya di 188BET link alternatif.
-
Eiji Kawashima (Jepang -2010)
Kiper tim Samurai Biru ini bisa dibilang masih hijau saat menjadi pilihan utama di piala dunia 2010. Saat itu Kawashima yang berusia 27 tahun dan hanya bermain di klub lokal Kawasaki Frontale serta diplot sebagai kiper cadangan. Ternyata, penampilannya mengkilap dalam empat laga Jepang, dengan dua laga versus Kamerun dan Paraguay tanpa kebobolan. Sayangnya, negaranya harus tersingkir via adu penalti. Meski begitu, kiper yang mahir dalam enam bahasa asing selain bahasa ibunya ini menarik perhatian klub-klub Eropa. Usai turnamen pun kiper yang masuk skuad Jepang di Qatar tahun ini pun pindah ke Lierse, Belgia.
-
Fernando Quirarte (Meksiko – 1986)
Namanya mungkin asing ditelinga fans namun di piala dunia 1986, ia merupakan pemain inti sekaligus top skor Meksiko selama turnamen dengan dua gol. Gol-golnya lahir di laga perdana saat mengalahkan Belgia 2-1 dan menjadi penentu kemenangan saat membungkam Irak 1-0. Hebatnya lagi Quirarte adalah seorang bek yang hanya bermain di klub lokal, Guadalajara. Bermain dalam lima laga menuju perempatfinal, yang merupakan pencapaian terjauh El Tri di piala dunia, satu-satunya noda dari performanya adalah gagal mengeksekusi penalti saat bersua Jerman dalam adu penalti.
-
Yoo Sang-Chul (Korsel -2002)
Gelandang serba bisa timnas Korea ini merupakan salah satu pemain kunci Guus Hiddink saat memimpin Kesatria Taeguk hingga meraih predikat semifinalis di edisi 2002. Sang Chul yang saat itu berusia 30 tahun bukanlah pemain yang merumput di liga Eropa. Ia hanya bermain untuk klub J-League, Kashiwa Reysol. Selama turnamen, ia tidak hanya tampil di semua laga Korsel, melainkan juga mencetak satu gol saat mengalahkan Polandia plus membuat satu umpan gol di laga terakhir saat dibekuk Turki. Sang Chul pun terpilih dalam salah satu pemain untuk tim All-Star piala dunia 2002.
-
Hong Myung-Bo (Korsel 2002)
Satu lagi andalan Korsel di edisi 2002 adalah tak lain tak bukan sang kapten. Myung Bo yang berposisi sebagai bek tengah menjadi pemegang komando di lini belakang sekaligus berperan sebagai sweeper jika diperlukan. Yang menarik, ia juga tidak pernah berkompetisi di benua biru. Saat itu, bek yang berusia 33 tahun hanya memperkuat klub lokal, Pohang Steelers. Namun performa apiknya tidak menghentikannya menjadi salah satu nominator pemain terbaik turnamen. Usai piala dunia, ia sempat pindah ke AS untuk memperkuat klub MLS, LA Galaxy sebelum gantung sepatu di tahun 2004.
-
Gabelo Canejo (Kosta Rika – 1990)
Kiper yang satu ini mendadak jadi pusat perhatian selama Italia 1990 berkat aksi penyelamatannya yang mampu mencegah timnya dari kekalahan atau kebobolan lebih banyak selama babak penyisihan. Canejo menggagalkan tiga peluang emas saat unggul tipis 1-0 atas Skotlandia, dan empat peluang emas ketika mampu menjungkalkan Swedia 2-1. Di laga pamungkas melawan Brasil, kiper yang saat itu hanya membela klub lokal Cartagines mementahkan setidaknya tujuh shot on target hingga ia cedera. Sayangnya di babak 16 besar, ia absen dan Kosta Rika pun digunduli Cekoslovakia 1-4. Berkat penampilan cemerlangnya, Canejo disandingkan dengan kiper Argentina, Sergio Goychochea sebagai kiper terbaik selama turnamen. Ia pun bergabung dengan klub Segunda Division, Albacete usai piala dunia.
-
Landon Donovan (AS – 2002)
Namanya tidak diduga mencuat 20 tahun lalu saat ia masih berusia 20 tahun. Donovan sudah menjadi pemain inti di USMNT dan tampil di lima laga dengan koleksi dua gol selama turnamen. Dua gol tersebut terciptnya saat dikalahkan Polandia 1-3 di laga terakhir fase grup dan saat menyingkirkan Meksiko 2-0 di perdelapanfinal. Sejatinya, ia saat itu berstatus pemain Bayer Leverkusen, namun Donovan dipinjamkan ke klub MLS, San Jose Earthquakes sejak 2001 hingga 2004 sebelum menjadi bintang di LA Galaxy. Ia pun dianugerahi pemain muda terbaik turnamen berkat penampilan apiknya.
-
Cesar Sampaio (Brasil – 1998)
Namanya tidak bisa lepas dari skuad Brasil di akhir dekade 1990an. Ia menjadi bagian integral tim Samba saat menjadi finalis di edisi 1998. Yang menarik, gelandang bertahan tersebut hanya memperkuat klub Jepang saat itu, Yokohama Flugels. Meski begitu, pemain yang pernah memperkuat klub liga Indonesia, Persma Menado sebelum pensiun ini tampil di tujuh laga Selecao di piala dunia plus mencetak tiga gol. Gol pertama dicetak di partai pembukaan saat menghantam Skotlandia 2-1. Sedangkan dua gol lainnya terjadi saat Selecao membantai Chili 4-1 di perdelapanfinal. Sampaio sempat kembali ke Palmeiras usai turnamen dan memperkuat Deportivo La Coruna di La Liga musim 2000/01.